Pages

Sabtu, 25 Agustus 2012

My Quotes


Annyeong!!^^ Di sini gue mau share quotes gue. Karena gue orang narsis jadi ga papa dong gue narsis. Gue saranin lo liat ini karena ini keren banget. Beneran dehh!! :)))     
               
Sebenernya quote-quote ini gue cetuskan karena kebanyakan nonton drama korea dan nulis status facebook, so quotes gue ini banyak terpengaruh korea dan banyak juga yang ngaco ga tau juntrungannya dari mana.  Quote-quote ini gue temuin saat gue iseng scroll back status-status facebook gue dari sekarang sampe zaman nenek moyang gue baru lahir dan ga tau kenapa menurut gue ini keren, jadi gue posting deh di sini. Check this out^^

1.    Versi Keren

·         Kalau kau ingin tetap menyukainya maka jangan mengenalnya. Mengenalnya hanya akan membuat dirimu ketakutan, takut jika dia tak seperti yang kau pikiran sebelumnya.

·         Kau tau, dirimu seperti hujan dan aku seperti matahari. Kenapa? Karena saat kau datang aku tidak berani memunculkan diri dan di kala aku memunculkan diri bersamamu orang lain akan menganggapnya sesuatu yang aneh.

·         Menangislah selama kau masih bisa mengeluarkan air mata!

·         Menyukaimu lebih menyakitkan daripada membencimu. jadi lebih baik aku membencimu. 

·         Jika aku menjadi air mata, aku akan memarahimu, mengapa kau begitu tega menghambur-hamburkan aku? Aku tidak suka. Jangan menangis!

·         Kau tau, sekarang kau seperti sebuah buku cerita anak-anak yang ditinggalkan ketika pembacamu sudah beranjak dewasa.

·         Mungkin sudah takdirku menjadi menyebalkan.

·         Aku tidak tau mengapa aku menyukai mu, bukankah itu artinya aku benar-benar menyukaimu?

·         Sebuah kekecewaan ketika saya melihat seorang siswa dikeluarkan dari sekolah hanya karena sebuah gengsi atau karena dia dianggap bodoh & nakal. Sekolah bukan tempat berkumpul orang2 pintar melainkan tempat belajar, kalau siswa siswa nya sudah pintar dan baik2 untuk apa diajari lagi? langsung aja jadi direktur.
·         Belajarlah mensyukuri rasa kangen dari sekarang.

·         Mungkin yang namanya cinta itu bisa apa adanya, tapi jujur hidup ini butuh ada apanya. karena hidup bukan melulu soal cinta tapi juga soal kebutuhan.

·         Paling ga suka yang namanya diskriminasi, kalau mereka didengar kenapa saya engga?

·         Bahkan jika aku hanya bisa menangis, aku tidak akan melakukannya.

·         Jika kau ingin menulis pikiranmu harus tenang.

·         terlambat 1 detik pun tetap saja namanya terlambat

·         Momentum terbaik dalam hidup ku adalah saat aku dilahirkan, saat aku diberi kesempatan untuk mengalami momentum lainnya dalam kehidupan ku hingga sekarang~ *from my short story: The Best Moment For Runa (Titan’s quote)*

·         Bulatkan niat, tidak ada yang namanya sambil menyelam minum air. FOKUS!

·         Menyerah bukan gayaku, tapi jika itu bisa membuat ku tenang aku akan lakukan itu.

·         Jangan menangis selama itu bukan akhir. *from my short story: Senja Seindah Pagi (Senja’s quote)*

·         Memotivasi diri sendiri adalah hal yang paling sulit.

·         Dan aku menyukai seseorang yang dingin dan hangat pada waktunya.

·         I like them because they always bring their funny everywhere they go.

·         Ketika pria dan wanita sudah dewasa, mereka bisa menjadi pasangan meskipun dengan perbedaan usia yang cukup jauh. Dan ini tidak lagi seperti hubungan janggal antara anak SD dan kakak mahasiswa yang hanya boleh menjadi kakak dan adik.

·         Dan saat bicara tentang Mr. K, bisa kalian liat raut wajahku? Aku selalu bahagia.. Entah kenapa, aku sangat menyukai Mr. K~ Padahal mungkin hampir tidak ada sifat baik yang bisa aku tiru. Ini murni aku menyukainya, tanpa alasan.


2.    Versi Ngaco
·         Jarang nulis status facebook dan jarang ngetweet di twitter itu keren.

·         Menjadi seorang ELF membuat kejombloan yang sudah akut menjadi tidak terasa.

·         Jangan bangga dibilang keren badai atau cakep badai. Ingatlah, badai pasti berlalu.

·         Baru jadi jomblo jangan banyak protes, kalau jomblonya sudah akut baru boleh protes.

·         Di bio twitter paling banyak yang nulis ‘mention for follback’ -.-

·         Kalau kalian sensi nanti ga dapet pacar loh mblo!!

·         WC oh WC.... *ini keterlaluan ngaconya -.-*

·         Orang ganteng selalu mempunyai sisi kecemongan.

·         Setiap orang punya sisi kemellowan~

·         Kalau Anda ingin, berusahalah sendiri! Jangan nyuruh orang bari kukulutus ai ga ditedunin!

·         Hal paling tidak mengenakan dalam streaming adalah SEUSEUT. Suara sekarang gambarnya nyusul.

·         Waiting for SPY MV is like waiting for you, useless and disappointing.

·         Selalu mau tau dan ga mau tua selalu~ IT’S ME!!

·         Agak agak ga rela gimana gitu kalo dijuluki jomblo tahunan, dalem.

·         Hal yang paling ga kuat itu adalah ngeliat ABS-nya Super Junior’s Siwon. 

·         Di antara ribuan pujian selalu nyelip sebuah celaan. Realita errrr~

·         Sumpah Kyu, lo cakep banget *ige mwoya?*


3.    Versi Ramadhan

·         Bagi para remaja yang ga inget umur dan masih berasa balita mending jangan tarawih. Menggangu.

·         Bagi para orang tua yang suka bawa anaknya solat terawih , mending kalo anaknya susah diatur dan ga bisa diam ga usah dibawa . Menggangu.

Segitu dulu yah, karena sepertinya internet gue udah ga mampu lagi buat scrollback. Maaf jiga quote-quote gue tersebut terlalu keren atau membuat kalian terkagum-kagum sampe lupa mandi. Semoga bisa bermanfaat. Kapan-kapan gue tambahin quotenya. Kalo kalian punya quote, bisa comment, gue pengen tau apa ada yang bisa mengalahkan kekerenan quotes gue. Annyeong!^^ *BOW*

Minggu, 19 Agustus 2012

The Best Moment For Runa

Ini adalah cerpen yang gue ikutin lomba~ lombanya ga tau gimana nasibnya. Kalo jelas juga nasibnya paling ga menang soalnya ini jelek ga bisa dijelasin pake kata-kata :))) Tapi lumayan lah buat hiburan.^^ Let's read chingu-yaa~

The Best Moment for Runa


 Hari pertama sekolah setelah libur panjang datang...
Aku terbangun saat jam weker di sampingku berdering nyaring. Dengan mata setengah terbuka aku menggapainya dan melihat dengan teliti jarum jam yang bergerak perlahan itu, tepat pukul setengah 5 pagi. Aku berjalan menuju wastafel. Lantas aku menatap cermin besar yang ada di depanku. Di sana tergambar jelas wajah seseorang, orang itu sungguh berantakan, mirip Titanic diterjang tsunami. Kamu beneran orang apa bukan sih Aruna Nur Fakhirah?, kataku pada diri sendiri. Aku menarik nafas panjang. Tanpa memikirkan apa-apa lagi aku langsung bersiap-siap untuk sekolah, bukan karena sekolahku jauh dari rumah tapi karena macetnya Bandung jadinya aku harus berangkat pagi-pagi.
“Runa! Apa kamu sudah siap?” teriak seorang wanita seperti penyanyi seriosa tempoe doeloe. Itu Bu Aisha, seseorang yang sudah ku anggap sebagai ibuku sendiri, dia pengasuhku sejak kecil. Memang sejak kecil aku diberikan kepada pengasuh karena ibu asliku yang memang single parent selalu sibuk bekerja. Kadang aku bingung, apa saja yang dikerjakan ibuku di kantornya sampai-sampai dia jarang sekali menemui anak satu-satunya ini. Bahkan liburan kemarin pun aku hanya bertemu dengannya 2 kali. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaanya, lalu kapan waktunya untukku?? Pikirku setiap saat.
“Iya Bu! Sebentar lagi aku keluar..” jawabku. Suara Bu Aisha sudah tidak terdengar lagi, mungkin dia sedang menyiapkan sarapan.
Sepuluh menit kemudian aku sampai di meja makan dengan pakaian seragam lengkap, mulai dari kemeja putih, rok kotak-kotak biru, dan dasi kupu-kupu yang berwarna biru juga. Di meja makan aku menemukan sepiring nasi goreng spesial yang bikin ngiler. Tanpa aba-aba peluit apalagi pistol aku langsung melahap anugerah Tuhan itu (?). Tiba-tiba..
‘Uhukk.. Uhukkk!!’ Batuk yang tidak bisa dihindarkan lagi datang, aku tersedak. Aku langsung mengambil gelas berisi air putih dan meminumnya. Makanan enak ini ternyata bisa menyakitkan juga, batinku. Ternyata Bu Aisha mendengar suara ribut batukku dan langsung menghampiriku.
“Eh, (uhukk) selamat pagi bu!” sapaku masih agak terbatuk-batuk.
“Pagi juga Runa ! Kamu baik-baik aja kan? ”
“Pasti dong bu! Ibu tenang aja, aku bakalan selalu baik kok selama ada ibu.” Godaku.
“Ah, jangan berkata seperti itu. Cepat teruskan makannya! Tapi pelan-pelan, jangan sampai sendok dan piringnya ikut ketelan.” candanya. Aku tersenyum sambil menatap Bu Aisha. Bu, andai ibuku sepertimu pasti aku akan sangat bahagia, gumamku dalam hati.
“Runa? Kenapa kamu liatin ibu kayak gitu?” Tanya Bu Aisha memecah lamunanku.
“Engga bu engga, ngga papa .. Abis ibu cantik sih .. hehe” aku terkekeh.
“Jangan banyak bercanda, cepet habisin! Pa Kholil udah nunggu di depan.”
“Iya bu .. Bentar lagi habis kok.” Jawabku sambil kembali melahap nasi goreng nikmat itu. Bu Aisha tersenyum.
“Tapi boleh ga bu, aku naik sepeda aja ke sekolahnya?” tanyaku agak ragu-ragu. Bu Aisha merubah ekspresinya menjadi wajah akan marah dan menelanku hidup-hidup, aku selalu takut jika Bu Aisha sudah menampakkan wajah seperti itu. Bu Aisha memang selalu khawatir padaku jika aku bepergian sendiri tapi kali ini di luar perkiraan, ia mengangguk.
“Asseekkkk!!! Bener bu?” Tanyaku bersemangat.
“Bener.”
“Engga bohong?”
“Engga, kapan ibu pernah bohong? Sekarang kamu bukan anak kecil lagi kan Runa?”
“Tentu aja dong bu!!”
***
Aku mengayuh sepeda kesayanganku yang berwarna biru safir, warna kesukaanku. Rute yang ku tempuh berbeda lagi dengan jalan yang biasa ku lewati karena biasanya aku pergi diantar Pak Kholil, supir keluargaku tentunya dengan mobil keluargaku juga.
Setengah jam kemudian aku sampai di sekolahku tercinta, SMP National Gold, lebih cepat daripada menggunakan mobil. Lantas aku memarkirkan sepedaku di tempat parkir khusus sepeda yang ga begitu besar itu (kalo besar udah dijadiin lapangan sepak bola sekolah dong, hehe). Aku melirik jam tanganku, ternyata baru pukul setengah 7 pagi, pantes sekolah masih sepi pikirku. Aku memutuskan untuk duduk di kursi taman dulu daripada harus diam di kelas sepi yang hampir semua siswanya punya hobi yang sama, yaitu kesiangan, untung aja aku ga termasuk.
Aku menatap lingkungan sekolahku yang asri. Sekolahku memang didesain serba hijau dengan konsep go greennya. Aku merindukan suasana sekolah yang hijau dan ramai. Aku rindu teman-temanku, batinku mulai tidak sabar menanti hari-hari menggembirakan di sekolah.
“Hai Aruna!” sapa sebuah suara. Aku melirik ke arah asal suara itu, terlihat seorang anak laki-laki yang memakai seragam sekolahku tapi aku sama sekali ga mengenalnya.
            “Hai juga, kamu siapa ya?” tanyaku agak bingung.
            “Gue? Murid baru.” Jawabnya singkat.
            “Oh, kok tau namaku?”
            “Ituh!” katanya sambil menunjuk name tag yang tertempel di kemejaku. Aku tersenyum malu. Lalu orang itu duduk di sebelahku tapi tanpa minta izin dulu, oke kali ini aku masih sabar.
            “Eh, terus nama kamu siapa?”
            “Gue.. Titan.” Jawabnya singkat.
            “Kelas?” tanyaku lagi.
            “IX-A.” lagi-lagi kalimat pendek yang keluar dari mulutnya.
            “Oh, IX-A toh.” Kataku merespon. Lantas aku terdiam, aku bingung apa yang harus aku bicarakan dengan orang yang baru aku kenal itu. Apa sih maunya anak ini? Batinku.
            “Lo engga kaget denger kelas gue?” tanyanya tiba-tiba. Hey, kemana aja? Dari tadi kek ngomong, garing taukk?? Omelku dalam hati, aku agak emosi. Aku menggelengkan kepala tanpa menatapnya (balas dendam ni yee ceritanya).
            “Kirain lo bakal kaget kita bakalan sekelas.” Lanjutnya. Aku meliriknya cepat.
            “Sekelas? Kamu di kelas IX-A kan?” tanyaku bingung.
            “Terus lo? Lo juga di IX-A kan?”
            “Aku di….” Kataku sambil mengingat-ingat.
            ‘GUBRAK!’Aku bukan kelas 8 lagi!!, gumamku dalam hati sambil menjitak kepalaku sendiri. Aku lupa kalo sekarang aku udah naik ke kelas 9.
            “Eh, sorry sorry.. Aku lupa kalo aku udah naek kelas!” kataku agak malu sambil senyum kaku kaku.
            “Bodoh!” katanya dengan wajah super datar ngalahin TV flat yang banyak diiklanin di TV. Satu kata kecil yang begitu saja keluar dari mulutnya itu sangat terangsang oleh otak dan perasaanku, yang kalo digambarkan di film kartun akan muncul bersama sambaran petir dengan bonus suara guntur yang bikin budeg.
Anak ini ga sopan banget, udah dateng-dateng so’ kenal, diajak ngomong malah cuek, sekarang malah ngatain aku bodoh. Terlalu! *gayaBangHajiRomaIrama*
            “Loh, kok kamu bilang gitu? Ga tau terima kasih! Nyesel aku baikin kamu..” marahku. Orang itu malah tersenyum. Aku menatapnya curiga, seakan penuh tanya, sedang apa di sini?? (loh kok malah jadi nyanyi? Back to story!). Aku menatapnya dengan wajah penuh tanda tanya. Apa maksud senyumannya itu? Tanyaku dalam hati.
            “Bingung?” tanyanya. Bodohnya aku malah mengangguk.
            “Tuhkan, lo tu beneran oon ..” katanya lagi. Aku ternganga. Aku sudah malas untuk merespon apa katanya, aku hanya memanyunkan bibir kira-kira 5cm. Dia sekarang terbahak-bahak melihat ekspresiku. Benar-benar aneh, pikirku.
            “Gue cuma bercanda lagi! Lo nganggap serius gitu ah .. hahaha” sisa ketawanya masih ada. Aku menatapnya kesal sambil mengepalkan tanganku. Rasanya ingin tinju ini aku layangkan ke mukanya.
            “Hiyh, candaannya ga lucu!” balasku. Dia hanya tersenyum. Kemudian keadaan hening.
            “Mmm.. Runa?” katanya memecah keheningan.
            “Apa? Jangan bilang kamu mau ngerjain aku lagi?” jawabku dengan polosnya.
            “Seandainya gue mau ngerjain lo, gue ga bakal bilang dulu neng.” Katanya dengan ekspresi lucu. Aku terkekeh.
            “Lalu ada apa?” tanyaku kemudian masih dengan senyum di wajahku, sebenarnya aku masih agak kesal saat  itu.
            “Aku serius ini. Jangan anggap bercanda.”
            “Baiklah, memangnya ada apa?”
            “Apa momentum terbaik dalam hidup lo?”
            “Loh, maksudnya? Emang pantes tiba-tiba kamu nanya gitu ke orang yang baru kamu kenal?
            “Udah, jawab aja!”
            “Mmmmm ….” Aku berpikir keras. Momentum terbaik? Semua dalam hidupku adalah momentum terbaik kok, tapi kalo aku ingat ibu rasanya ga ada tuh yang namanya the best moment. Jadi momentum terbaikku... apa ya?????
            “Lo bingung? Apa lo ga tau?” tanyanya kemudian melihat responku mirip orang disuruh ngerjain soal matematika yang susahnya stadium 14.
            “Enggg, apa yah? Entar deh aku pikirin lagi. Nah kalo kamu?”
            “Gue?” tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri. Aku mengangguk pasti.
            “Momentum terbaik dalam hidup gue…….” Katanya setengah-setengah kayak di sinetron-sinetron yang bikin penonton penasaran itu loh. Sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba..
            ‘Teeeeeettttttttttttttttttt!!!’ bel sekolahku meraung-meraung kayak yang minta makan. Ternyata udah pukul 7, padahal aku sangat ingin mendengar apa yang akan dia katakan.
            “Eh, udah bel masuk tuh! Masuk yuk?!” katanya kemudian tanpa melanjutkan kalimat sebelumnya. Tanpa menunggu jawabanku dia nyelonong menuju kelas kami. Aihh, anak itu benar-benar menyebalkan, batinku geram. Lantas aku mengikuti langkah kakinya menuju kelas.
***
            Aku melangkahkan kaki ke sebuah kelas bertuliskan IX-A. Ku lihat seluruh kursi sudah terisi oleh siswa kecuali kursi di samping Titan. Hatiku agak ragu untuk duduk di samping anak menyebalkan itu.
Astaga! Akan jadi apa aku nanti jika setiap hari ada di sampingnya? Rempeyekkah? Pikirku. Tapi ah, sialnya sebelum aku selesai memutuskan sesuatu Pak Syamsul tiba-tiba muncul di belakangku, tanpa sadar aku ngibrit dan duduk tepat di kursi terkutuk itu.
Pak Syamsul adalah guru Bahasa Indonesia sekaligus wali kelasku yang baru. Pak Syamsul adalah guru yang humoris, setiap kali ia mengajar ia selalu menyelinginnya dengan lelucon-lelucon sehingga pelajarannya tidak terkesan boring dan muridpun akan cepat mengerti. Ia juga selalu baik pada murid-muridnya termasuk aku. Walaupun begitu, aku ga berani seenaknya padanya, karena kebaikannya ia sangat dihormati di sekolah.
Setelah beberapa kalimat penyambutan, Pak Syamsul memanggil anak di sebelahku. Ya, Pak Syamsul memanggil Titan. Titan langsung menuju ke depan kelas dan mulai bicara.
“Nama saya Titan Almairi Tsaqib. Panggil saya Titan. Saya pindahan dari SMP Bintang Jakarta. Saya…” katanya tidak melanjutkan kalimat berikutnya. Heran, ni anak kayaknya suka banget nonton sinetron yang ampe ribuan episode itu deh, pikirku sok tau sambil senyum-senyum sendiri.
“Sudah selesai Titan? Jangan gerogi begitu dong!” canda Pak Syamsul.
“Sudah pak!” jawab Titan singkat.
“Jangan pergi dulu ya? Bapak mau nanya, apa kamu punya sebuah kalimat favorit?”
“Tidak, tapi saya punya sebuah prinsip pak.” Jawab Titan pasti.
“Baiklah kalau begitu, coba sebutkan!”
Mmm.. Momentum terbaik dalam hidup saya adalah saat saya dilahirkan, saat saya diberi kesempatan untuk mengalami momentum lainnya dalam kehidupan saya hingga sekarang. Saya punya prinsip, seburuk apa momentum lainnya itu saya tidak akan pernah menyalahi kehidupan saya. Saya akan selalu bersyukur pada Tuhan karena telah diberi momentum terbaik saya, yaitu kehidupan.” Jelas Titan bak rumus balok. Aku terbengong-bengong, bahkan bukan hanya aku saja, seluruh isi kelas juga terbengong-bengong dibuatnya. Pasalnya, kata-kata Titan itu sangat menyentuh hati siapa saja yang mendengarnya. Itu adalah kalimat terpanjang dan terbaik yang pernah ku dengar dari mulutnya, setidaknya sejak tadi pagi aku mengenalnya.
Titan kembali ke kursinya. Ia menatapku aneh.
“Mmm.. Titan, apa itu benar-benar momentum terbaikmu?” tanyaku agak ragu.
“Ya itu bener, kehidupan adalah anugerah terindah bagi gue.” Jelasnya. Aku terdiam sejenak memikirkan sesuatu.
“Terus lo udah nemuin momentum terbaik lo?” tanyanya kemudian. Aku menggelengkan kepala.
“Coba lo pikirin lagi deh!”
“Pasti!” jawabku.
***
‘Apakah momentum terbaik dalam hidupku?’ tanda tanya besar muncul di otakku. Pertanyaan yang tak penting dari orang yang tak penting juga, tapi kenapa aku masih terus memikirkan jawabannya? Pikirku saat aku membaringkan diri di ranjang bersprai biruku.
Tapi ada yang aneh denganku saat Titan mengatakan momentum terbaiknya, kehidupan.. Hatiku merasa takut, sangat takut. Aku jadi teringat kehidupanku di masa lalu.
Kalau dipikir-pikir aku tidak pernah bersyukur dengan apa yang kupunya, aku selalu mengeluh saat aku dilahirkan dari ibu yang super cuek padahal dia cuek karena mencari biaya hidup untukku. Aku selalu mengeluh padahal aku sudah diberi Bu Aisha yang sangat baik padaku yang menyayangiku layaknya seorang ibu. Aku tidak pernah bersyukur dengan apa yang kumiliki dan selalu meminta lebih. Aku ingat saat aku masih kecil aku membuang mainan dari Bu Aisha dan berkata ‘aku ingin mainan dari ibuku’. Sungguh bodoh aku waktu itu, aku sering sekali menyakiti perasaannya dan bertingkah seperti anak kecil bahkan hingga sekarang.
Akupun teringat sesuatu, sepertinya malam ini ibu akan pulang. Apa aku harus  menunggu dan menghampirinya? Tapi ah, pasti ibu akan langsung pergi ke ruang kerjanya tanpa menghiraukanku. Tapi aku sangat merindukannya, batinku.
Aku jadi ingin menangis memikirkan semua itu, mataku mulai memerah. Ibu... Bagaimana harusnya aku bersikap padamu? Tanyaku dalam hati. Daripada aku bingung, aku memutuskan untuk tidur. Akupun menutup mataku.
***
            Aku terbangun, aku merasakan ada yang memanggilku, aku lihat jam weker baru pukul satu malam. Aku memutuskan untuk pergi menghampiri suara itu. Tapi sesuatu yang aneh terjadi saat aku akan membuka pintu dan melihat ke ranjangku, terlihat seseorang serupa wajahku yang tertidur pulas di sana persis dengan posisi saat aku tidur tadi.
            “Kalau itu aku, lalu aku yang ini apa?” batinku mulai ragu. Aku melihat sekeliling kamar, ini benar-benar kamarku, tapi kenapa aku ada dua? Pikirku.
Aku mencoba tidak ambil pusing tapi hal aneh lain terjadi saat aku mencoba memegang gagang pintu, aku tidak bisa menggapai atau menyentuhnya padahal itu ada di depan mataku. Aku mencoba untuk menembus pintu seperti yang dilakukan hantu-hantu di film horor lalu ‘slupp’ aku sudah berada di luar kamarku.
            DEG! Ada apa ini? Pikiranku mulai kacau.
Tiba-tiba aku teringat berbagai flashback kejadian di masa lalu. Muncul kenangan saat aku pertama masuk sekolah dan memperkenal diri di sekolah dasar, adegan liburan bersama teman-teman sekolahku dulu, saat Bu Aisha memelukku ketika aku menangis karena dijaili temanku, dan saat aku menangis sendiri di kamar karena merindukan ibu. Semuanya terekam erat kembali di otakku.  
            “Tuhan.. Ada apa pada diriku ini? Apa aku sudah mati? Apa aku benar-benar sudah mati? Apa aku tidak akan bisa menemui Bu Aisha lagi? Apa aku tidak akan pernah merasakan dipeluk ibu? Apa aku tidak akan bisa sekolah lagi? Apa aku tidak akan bisa bertemu dengan teman-temanku lagi?” tanyaku bertumpuk di dalam otakku. Aku bingung, apa yang sedang terjadi saat ini. Aku hampir menangis.
Aku mendengar suara itu lagi, sepertinya dari ruang kerja ibu. Akupun pergi menghampirinya. Ketika aku berada di ruangan itu, aku tidak mendengar suara apa-apa lagi aku hanya melihat seorang wanita setengah baya yang sedang tertidur lelap di meja kerja.
 “Ibu…” gumamku. Ku hampiri wanita itu, wanita yang selama ini ku rindukan kasih sayangnya. Aku mencoba untuk memeluknya tapi tidak bisa, usaha apa pun yang kulakukan tidak akan dapat mengubah apapun karena sekarang aku tidak nyata. Aku hanya bisa memangdang wajahnya yang kelihatan lelah sekali itu.
“Ibu… kau begitu cantik.. Menurutku kau lebih cantik daripada selebritis sekalipun. Tapi mengapa wajah cantikmu begitu jarang kau perlihatkan pada ku? Padahal aku selalu berharap mendapat hadiah pelukan hangat saat aku memujimu.” Kataku tanpa sadar, aku tidak bisa membendung air mataku lagi, pipiku mulai basah. Tapi aku terus melanjutkan kalimatku.
“Ibu.. kau begitu hebat. Kau bekerja setiap hari demi aku, demi membiayai hidupku. Tapi ibu, kenapa kau tidak pernah memberikanku kesempatan untuk membantumu? Membantumu saat kau lelah seperti sekarang. Kau selalu mengunci diri dalam ruang kerjamu, padahal aku sangat ingin memijit pundakmu saat kau pulang bekerja.
Ibu.. aku tau, kau sudah lelah melakukan semua ini. Aku tau sebenarnya kau sangat menyayangiku dibanding siapapun dan apapun. Tapi mengapa tak pernah kau perlihatkan kasih sayang itu padaku? Padahal aku sangat ingin membalas kasih sayang itu, membahagiakanmu selama aku bisa.
Ibu.. ke mana saja kau selama ini? Aku rindu padamu. Aku ingin menghabiskan waktu sehari saja denganmu, terlepas dari semua pekerjaamu dan semua aktifitasku. Aku ingin berdua saja denganmu. Berdua dengan segala kebahagiaan. Jangan bilang aku seperti anak kecil ibu, tapi cita-citaku dari dulu adalah seharian pergi ke taman bermain dengan ibu yang susah payah melahirkanku, hanya denganmu ibu..”
            Seluruh perasaanku sudah ku utarakan padanya. Walaupun ibu tak mendengarnya tapi aku cukup lega. Tak sengaja aku melihat sebuah jurnal kecil yang tergeletak begitu saja di meja kerja ibu. Ku lihat 2 halaman jurnal yang terbuka itu penuh oleh tulisan tangan ibuku. Ini terlihat seperti buku diari ibu. Karena penasaran, lalu aku membaca jurnal itu dengan teliti, begini isinya..
Runa..
Bukan tak ingin ibu menyayangimu nak. Ibu hanya ingin jadikan kamu anak yang mandiri. Ibu sadar sifat ibu, jika ibu mengurusmu sendiri, ibu akan terlalu menuruti semua keinginanmu dan kamu akan menjadi anak yang manja. Maka dari itu ibu titipkan kamu pada Bu Aisha yang lebih bisa menjadikanmu anak yang lebih baik dengan kasih sayang yang tidak kurang dari kasih sayang seorang ibu.
          Bukan semata itu nak, ibu bekerja siang dan malam untuk menjaga kebutuhanmu di masa datang. Ibu tak ingin kamu mengalami masa ketika kamu kesulitan untuk memenuhi semua kebutuhanmu dengan usahamu sendiri.
          Tapi itu bukan berarti ibu tidak pernah memerhatikamu. Setiap hari ibu selalu mendapat kabar dari Bu Aisha dan sekarang ibu tau, putri ibu sudah menjadi anak yang pintar, ceria, dan dewasa. Bukan dengan perasaan yang senang juga ibu melakukan ini. Ibu sedih nak.. Saat ibu pulang bekerja ibu sangat ingin memelukmu tapi ibu lihat putri ibu sudah tertidur pulas, mana tega ibu membangunkannya.
          Ibu mohon, jangan benci ibu. Meskipun rasanya cara ini kurang bijaksana, tapi ibu mohon sekali lagi jangan benci ibu. Maafkan ibu yang telah banyak menyakitimu. Tapi terus terang, ibu sangat merindukanmu nak...
            DEG! Aku tak bisa berkedip membacanya, apa ini benar? Tanyaku dalam hati. Aku tak hentinya menangis. Dalam hatiku aku merasakan rasa bersalah yang sangat besar. Ibu.. Maafkan aku, walaupun tidak ku lakukan tapi aku sering berpikir untuk membencimu, gumamku. Aku berlari sekencang-kencangnya menuju kamarku lagi. Masih kulihat diriku yang tertidur di ranjang itu. Kemudian aku mencoba menutup mata sambil berdo’a.
“Tuhan.. Jika benar aku sudah mati. Tolong sekali ini saja beri kesempatanku hidup kembali. Aku ingin meminta maaf sekaligus berterima kasih kepada ibuku, Bu Aisha, teman-teman, dan semua orang yang ada di hidupku. Beri kesempatan juga padaku untuk mengatakan momentum terbaik dalam hidupku karena sekarang aku telah mengetahuinya…”
Tubuhku terasa melayang, lalu.. entah apa yang terjadi.
***
            Aku terbangun di pagi yang cerah. Tanganku respon memegang wajahku. Aku berlari ke wastafel dan kulihat cermin besar. Baru kali ini aku sangat gembira ketika melihat diriku yang berantakan itu di cermin.
            “Aku masih hidupppp !!!” aku bersorak gembira, hampir saja aku melakukan adegan-adegan film kungfu dengan melompat ke sana ke mari, tapi sayangnya aku tidak punya ilmu itu. Lantas aku bersiap-siap ke sekolah dengan semangat 45.
            “Bu! Aku pergi dulu ya?!” kataku pada Bu Aisha sambil membawa sepedaku.
            “Engga sarapan dulu Runa?” tanya Bu Aisha dengan wajah agak khawatir.
            “Engga bu. Terima kasih sudah menyayangiku selama ini.” Kataku. Mula-mula ekspresi Bu Aisha terlihat aneh tapi kemudia ia tersenyum. Dan aku mulai mengayuh sepedaku, aku sudah tidak sabar mengatakan hal yang kujanjikan pada Titan.
            Saat aku sampai di sekolah, aku langsung memasuki kelas dan mencari sosok Titan. Tapi aku sama sekali ga melihat batang hidungnya. Sampai bel masukpun ternyata Titan ga nongol-nongol. Aku menunggu dengan perasaan ga menentu.
            “Titan kamu ke mana sih? Padahal aku ingin mengatakan bahwa momentum terbaik dalam hidup sama dengan pendapatmu. Kejadian tadi malam telah menyadarkanku. Walaupun aku sangat telat menyadarinya, tapi aku sekarang tau bahwa hidupku adalah anugerah terbesar, segala sesuatu dalam hidupku adalah anugerah terbesar.”  Batinku. Tiba-tiba Liana memecah lamunanku.
            “Runa, aku perhatiin dari tadi kayaknya kamu gelisah banget. Ada apa sih?” tanyanya.
            “Aku nyari Titan. Kira-kira ke mana ya dia?” balasku.
            “Titan? Titan siapa?”
            Loh? Titan Almairi Tsaqib. Titan yang kemaren baru masuk itu loh. Pindahan dari Jakarta, yang kemaren memperkenalkan diri di depan kelas. Masa kamu ga ingat?tanyaku bingung. Semuanya mulai terasa aneh.
            Apa sih maksud kamu Runa? Masih mimpi kamu? Sadar woy! Sekarang tuh baru hari pertama masuk. Gimana bisa kemaren ada murid baru yang memperkenalkan diri di depan kelas? Kamu tuh suka aneh yah!” jelas Liana, lantas ia berlalu meninggalkanku yang ternganga sendiri.
Serasa digetok panci, aku baru menyadari bahwa semua itu cuma mimpi, bukan kenyataan. Jadi itu semua mimpi toh??? Cuma mimpi???? Masa??? Kok bisa? Titan.. Jurnal ibu.. Momentum terbaik.. Semuanya cuma mimpi.. Gubrakkkk!!!, aku menjitak jidatku sendiri.
Aku terdiam dan berpikir sejenak, kemudian tanpa sadar aku tersenyum..
Tapi…. rasanya mimpi itu tak sia-sia.. Sekarang aku tau bagaimana aku harus bersikap dan yang paling penting aku tau momentum terbaik dalam hidupku, yakni kehidupanku sendiri.
Terima kasih Tuhan, Kau telah memberikanku hidup.... Terima kasih...
 ~THE END~